Sleman - Keputusan memperluas daerah rawan di kawasan Gunung Merapi dari 10 km menjadi 15 km melahirkan kesibukan luar biasa. Warga yang bertahan di pengungsian yang berada di jarak kurang aman
buru-buru dievakuasi.
"Yang di atas diturunkan, ini baru saja kita lakukan," kata Wakil Bupati Sleman Yuni Satia Rahayu saat dihubungi detikcom, Rabu (3/11/2010) pukul 17.15 WIB.
Disampaikan dia, tempat pengungsian baru akan dibangun di daerah sekitar Pakem yang jaraknya aman dari puncak Merapi. "Ini susah juga, Mbak. Soalnya lagi hujan deras di sini," lanjut Yuni.
Kesulitan lainnya adalah waktu yang singkat untuk mengevakuasi pengungsi dari tempat pengungsian lama di daerah Cangkringan yang berubah menjadi tidak aman. Hal ini, menurut Yuni, berbeda dengan sebelumnya ketika diberi tahu untuk pertama kalinya bahwa jarak aman Merapi adalah 10 km dari puncaknya.
"Siang tadi masih dibilang 10 km aman, tapi tiba-tiba kondisi Merapi yang seperti ini jadi baru dikasih tahu 15 km itu. Kami masih sambil mencari tempat-tempat lain untuk pengungsian di Pakem," tutur Yuni.
Sejak pukul 11.04 WIB, Merapi kerap mengeluarkan awan panas. Sementara letusan pada pukul 16.09 tidak kunjung berhenti hingga 16.35 WIB sehingga melahirkan kondisi krisis Merapi. Daerah rawan di kawasan gunung paling aktif di Indonesia itu pun diperluas dari 10 km menjadi 15 km dari puncak Merapi.
Sebelumnya, pengungsi di Kepuharjo dan Glagaharjo panik dan lari tunggang langgang karena munculnya awan panas hitam. Gugusan awan panas bergerak dari puncak Gunung Merapi menyusuri Kali Gendol.
Melihat kejadian ini, pengungsi panik dan langsung diungsikan ke pos pengungsian Wukirsari yang lebih jauh.
Kepanikan ini terjadi menyusul terjadinya letusan pada sekitar pukul 15.15 WIB, Rabu (3/11/2010). Beberapa saat kemudian, gugusan awan panas yang menyembur dari puncak Gunung Merapi meluncur turun dan bercampur dengan debu vulkanik bersamaan dengan hujan deras.
Jumlah pengungsi di Kabupaten Sleman sekitar 22 ribu orang dan diperkirakan akan terus meningkat menyusul perluasan daerah tidak aman tersebut.
(vit/nrl)
"Yang di atas diturunkan, ini baru saja kita lakukan," kata Wakil Bupati Sleman Yuni Satia Rahayu saat dihubungi detikcom, Rabu (3/11/2010) pukul 17.15 WIB.
Disampaikan dia, tempat pengungsian baru akan dibangun di daerah sekitar Pakem yang jaraknya aman dari puncak Merapi. "Ini susah juga, Mbak. Soalnya lagi hujan deras di sini," lanjut Yuni.
Kesulitan lainnya adalah waktu yang singkat untuk mengevakuasi pengungsi dari tempat pengungsian lama di daerah Cangkringan yang berubah menjadi tidak aman. Hal ini, menurut Yuni, berbeda dengan sebelumnya ketika diberi tahu untuk pertama kalinya bahwa jarak aman Merapi adalah 10 km dari puncaknya.
"Siang tadi masih dibilang 10 km aman, tapi tiba-tiba kondisi Merapi yang seperti ini jadi baru dikasih tahu 15 km itu. Kami masih sambil mencari tempat-tempat lain untuk pengungsian di Pakem," tutur Yuni.
Sejak pukul 11.04 WIB, Merapi kerap mengeluarkan awan panas. Sementara letusan pada pukul 16.09 tidak kunjung berhenti hingga 16.35 WIB sehingga melahirkan kondisi krisis Merapi. Daerah rawan di kawasan gunung paling aktif di Indonesia itu pun diperluas dari 10 km menjadi 15 km dari puncak Merapi.
Sebelumnya, pengungsi di Kepuharjo dan Glagaharjo panik dan lari tunggang langgang karena munculnya awan panas hitam. Gugusan awan panas bergerak dari puncak Gunung Merapi menyusuri Kali Gendol.
Melihat kejadian ini, pengungsi panik dan langsung diungsikan ke pos pengungsian Wukirsari yang lebih jauh.
Kepanikan ini terjadi menyusul terjadinya letusan pada sekitar pukul 15.15 WIB, Rabu (3/11/2010). Beberapa saat kemudian, gugusan awan panas yang menyembur dari puncak Gunung Merapi meluncur turun dan bercampur dengan debu vulkanik bersamaan dengan hujan deras.
Jumlah pengungsi di Kabupaten Sleman sekitar 22 ribu orang dan diperkirakan akan terus meningkat menyusul perluasan daerah tidak aman tersebut.
(vit/nrl)
0 komentar:
Post a Comment